Beranda | Artikel
Kitabul Jami Hadits 10 - Adab-Adab Bersin
Sabtu, 28 Maret 2020

Hadits 10 Adab-Adab Bersin

Oleh: DR. Firanda Andirja, Lc MA

إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ: اَلْحَمْدُ الله, وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ يَرْحَمُكَ الله, فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ الله, فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ الله, وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ . أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ

“Jika salah seorang dari kalian bersin maka hendaknya dia mengatakan, “Alhamdulillāh.” Dan saudaranya yang mendengarnya meng-ucapkan, “Yarhamukallāh.” (semoga Allah merahmatimu) Jika saudaranya mengucapkan “Yarhamukallāh,” maka yang bersin tadi menjawab lagi dengan mengatakan “Yahdikumullāh wa yushlihu bā lakum” (semoga Allāh memberi petunjuk kepadamu dan semoga Allāh meluruskan/memperbaiki urusanmu).” (HR. Al-Bukhari)

Hadits ini berkaitan dengan adab bersin dan adab orang yang mendengar saudara muslimnya bersin.

  • Pertama, berkaitan dengan orang yang bersin.

Orang yang bersin sebenarnya telah mendapatkan nikmat dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla sehingga dengan bersinnya itu keluarlah kotoran dari tubuhnya. Dia akan merasa lebih ringan daripada jika bersin tersebut terpendam dalam dirinya.  Bahkan sebagian orang menyatakan bahwasanya bersin itu menunjukkan sehatnya seseorang. Karena itu, hendaknya dia mengucapkan “Alhamdulillāh.”

Yang dimaksud di sini bukan orang yang bersin terus menerus yang menunjukkan bahwa dia sedang sakit. Tetapi kita berbicara tentang bersin yang kadang dialami oleh seseorang. Bersin seperti ini adalah nikmat yang menunjukkan tubuhnya sehat sehingga keluar dari tubuhnya bersin tersebut sehingga dia mengucapkan “Alhamdulillāh.”

Hal ini juga merupakan peringatan bagi kita, kalau sekedar bersin saja kita dianjurkan untuk memuji Allah atas nikmat tersebut dengan mengucapkan “Alhamdulillāh,” maka bagaimana lagi dengan nikmat-nikmat yang lain?

Oleh karena itu, hendaknya kita sering memuji Allah. Ketika kita mengucapkan “Alhamdulillāh” pada saat dzikir setelah shalat, hendaknya kita merenungkan dalam-dalam makna “Alhamdulillāh” itu. Betapa banyaknya nikmat yang  telah dikaruniakan Allah kepada kita, yang terkadang kita lupa untuk bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan lupa untuk memuji Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang memudahkan nikmat tersebut kepada kita.

Berikut ini adalah adab yang dicontohkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika bersin.

   Ketika bersin, beliau meletakkan tangan beliau di mulutnya atau meletakkan bajunya sehingga apa yang dikeluarkan ketika bersin itu tidak tersebar ke mana-mana.

   Ketika bersin, beliau melemahkan suaranya.

Dengan demikian, ketika seseorang bersin, hendaknya jangan menggelegarkan suaranya sekeras-kerasnya. Adapun jika dia tidak mampu menahan atau tidak menyengaja, maka itu tidak mengapa. Selain itu, ketika bersin hendaknya ia tidak memalingkan kepalanya kanan dan ke kiri tanpa menutupinya sehingga tersebarlah virus-virusnya.

Dengan mengikuti adab di atas, maka bersin kita tidak akan mengganggu orang lain baik suaranya maupun kotorannya.

  • kedua, Adab orang yang mendengar seorang muslim bersin

Jika seorang muslim bersin kemudian mengucapkan “Alhamdulillāh,” maka orang yang mendengarnya hendaklah mengucapkan,

يَرْحَمُكَ اللهُ

“Semoga Allāh memberi rahmat kepada engkau.”

Maksudnya, Engkau telah mendapatkan nikmat, maka semoga Allāh menambah rahmat kepada engkau.

Para ulama berbicara bagaimana kalau ada orang yang bersin tetap tidak mengucapkan “Alhamdulillāh,”? Mereka berpendapat bahwa kita tidak mengucapkan “Yarhamukallāh” kepadanya.

Hal ini didasarkan pada sebuah hadits yang menyebutkan,

عَطَسَ رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَشَمَّتَ أَحَدَهُمَا وَلَمْ يُشَمِّتْ الْآخَرَ ، فَقِيلَ لَهُ فَقَالَ : هَذَا حَمِدَ الله ، وَهَذَا لَمْ يَحْمَدْ الله.

Ada 2 orang yang bersin di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan “Yarhamukallāh” kepada satunya dan Nabi tidak mengucapkan “Yarhamukallāh” kepada yang satunya lagi.  Maka orang yang tidak diucapkan Yarhamukallāh protes; seraya berkata:

يَا رَسُوْلُ اللهِ، شَمَّتَّ هَذَا ، وَلَمْ تُشَمِّتْنِي

“Yā Rasūlullāh, engkau mengucap Yarhamukallāh kepada si fulan adapun kepada aku tidak?”

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan,

إِنَّ هَذَا حَمِدَ اللَّهَ, وَ لَمْ تَحْمَدِ اللّهَ

“Si fulan tadi tatkala bersin mengucapkan Alhamdulillāh, adapun engkau tidak mengucapkan Alhamdulillāh.” (HR. Muslim)

Oleh karenanya, kalau orang yang bersin tidak mengucapkan “Alhamdulillāh” maka kita tidak menjawab “Yarhamukallāh.”

Diriwayatkan dari Al-Auzaa’i rahimahullāhu, tatkala ada seseorang bersin di hadapan Ibnul Mubarak dan dia tidak mengucapkan “Alhamdulillaah” maka Al-Auzaa’i bertanya pada dia, “Apa yang diucapkan oleh orang yang bersin?” Orang ini pun mengatakan, “Alhamdulillāh.” Maka Al-Auza’i kemudian mengucapkan “Yarhamukallāh.” (Fathul Baari 10/16) Seakan-akan Al-Auza’i mengingatkan kepada orang tersebut.

Terkadang seseorang lupa mengucapkan “Alhamdulillāh” atau karena saking sibuknya dia lupa mengucapkan “Alhamdulillāh.” Maka, boleh bagi kita mengingatkannya untuk mengucapkan  “Alhamdulillāh” sehingga kita pun mengucapkan “Yarhamukallāh” kepadanya.

Mengenai hukum mengucapkan “Yarhamukallāh?” itu sendiri, ada khilaf di antara para ulama.

  Sebagian ulama ada yang mengatakan hukumnya fardhu ‘ain. Dengan demikian, setiap orang yang mendengar orang bersin yang mengucapkan Alhamdulillāh harus mengucapkan “Yarhamukallāh.”

  Ada sebagian ulama yang mengatakan hukumnya fardhu kifayah. Dengan demikian, cukup sebagian orang yang mengucapkan “Yarhamukallāh.”

  Sebagian ulama ada yang mengatakan hukumnya sunnah secara mutlak.

Terlepas dari perbedaan hukum yang ada di kalangan para ulama, hendaknya kita berusaha menghidupkan sunnah ini.  Tidak penting apakah hukumnya sunnah,  , atau fardhu ‘ain, yang penting bagi kita adalah kita berusaha mengucapkan “Yarhamukallāh” kepada saudara kita yang bersin.

Timbul pertanyaan lain, “Bagaimana dengan orang yang bersin berulang-ulang karena sakit?”

Maka jawabannya, yang wajib bagi kita adalah mengucapkan “Yarhamukallāh” sekali saja. Ada juga yang mengatakan disunnahkan sampai tiga kali dan lebih dari itu tidak perlu.

Disebutkan dalam hadits Salamah ibnil Akwa radhiallahu ‘anhu, bahwasanya dia mendengar ada seorang yang bersin di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Yarhamukallāh.”

ثُمَّ عَطَسَ أُخْرَ

Kemudian orang ini bersin lagi. Kemudian Rasūlullāh shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan:

اَلرَّجُلُ مَزْكُوْمٌ

“Si fulan ini sedang sakit flu.” (HR. Muslim)

Hal ini merupakan isyarat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, jika ternyata seseorang bersinnya tidak wajar, namun karena sakit, maka kita ubah do’anya. Do’anya bukan lagi “Yarhamukallāh” tapi kita mendo’akannya dengan doa,

شَفَاكَ اللهُ

“Semoga Allāh menyembuhkanmu.”

atau do’a-do’a yang berkaitan dengan orang yang sakit.

Setelah didoakan dengan“Yarhamukallāh,” maka orang yang bersin tadi disunnahkan mengucapkan:

يَهْدِيكُمُ الله, وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ

“Semoga Allāh memberi hidayah kepadamu dan semoga Allah memperbaiki urusanmu.”

Jadi orang yang bersin ini membalas doa orang yang mendoakannya dengan mendoakannya pula.

Demikianlah indahnya adab yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Seorang muslim diajarkan untuk saling mendoakan dengan muslim lainnya. Hal ini jika dipraktikkan dan dipahami tentu akan menimbulkan kasih sayang di antara sesama muslim serta menghilangkan rasa hasad dan dengki di antara mereka. Dengan demikian tali ukhuwah di antara kaum muslimin akan menjadi semakin erat dan kuat.

Tidak diragukan lagi bahwa setiap muslim dituntut untuk mempererat tali ukhuwah dan dituntut juga untuk menghilangkan segala sebab yang bisa menimbulkan perpecahan, perselisihan, buruk sangka, dan sejenisnya.

Peringatan :

Pertama : Disyariatkan tetap mendoakan “yarhmukallahu” bagi orang yang bersin jika diketahui ia telah memuji Allah (alhamdulillah) meskipun tidak terdengar suaranya

Ibnu Hajar rahimahulllah berkata :

أَنَّهُ يُشْرَعُ التَّشْمِيتُ لِمَنْ حَمِدَ إِذَا عَرَفَ السَّامِعُ أَنَّهُ حَمِدَ اللَّهَ وَإِنْ لَمْ يَسْمَعْهُ كَمَا لَوْ سَمِعَ الْعَطْسَةَ وَلَمْ يَسْمَعِ الْحَمْدَ بَلْ سَمِعَ مَنْ شَمَّتَ ذَلِكَ الْعَاطِسَ فَإِنَّهُ يُشْرَعُ لَهُ التَّشْمِيتُ لِعُمُومِ الْأَمْرِ بِهِ لِمَنْ عَطَسَ

“Disyari’atkan untuk tetap mendoakan “yarhamukallahu” bagi orang yang bersin dan memuji Allah jika diketahui ia telah memuji Allah meskipun tidak kedengaran suaranya. Seperti jika seseorang mendengar suara bersin namun ia tidak mendengar adanya pujian kepada Allah (alhamdulillah) akan tetapi ia mendengar ada orang lain yang mendoakan “yarhamukallahu” maka disyari’atkan bagi orang tersebut untuk tetap mendoakan “yarhamukallahu” berdasarkan keumuman perintah mendoakan “yarhamukallahu” bagi orang yang bersin” (Fathul Baari 10/610)

Kedua : Disukai untuk mendoakan “yarhamukallahu” bagi orang yang bersin meskipun jauh jika tidak ada orang lain yang mendoakan “yarhamukallahu” kepadanya.

Ibnu Hajar lalu berkata juga :

فَإِنْ عَطَسَ وَحَمِدَ وَلَمْ يُشَمِّتْهُ أَحَدٌ فَسَمِعَهُ مَنْ بَعُدَ عَنْهُ اسْتُحِبَّ لَهُ أَنْ يُشَمِّتَهُ حِينَ يَسْمَعُهُ وَقد أخرج بن عَبْدِ الْبَرِّ بِسَنَدٍ جَيِّدٍ عَنْ أَبِي دَاوُدَ صَاحب السّنَن أَنه كَانَ فِي سَفِينَةٍ فَسَمِعَ عَاطِسًا عَلَى الشَّطِّ حَمِدَ فَاكْتَرَى قَارِبًا بِدِرْهَمٍ حَتَّى جَاءَ إِلَى الْعَاطِسِ فَشَمَّتَهُ ثُمَّ رَجَعَ فَسُئِلَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ لَعَلَّهُ يَكُونُ مُجَابَ الدَّعْوَةِ فَلَمَّا رَقَدُوا سَمِعُوا قَائِلًا يَقُولُ يَا أَهْلَ لسَّفِينَةِ إِنَّ أَبَا دَاوُدَ اشْتَرَى الْجَنَّةَ مِنَ اللَّهِ بِدِرْهَمٍ

“Jika ada orang yang bersin dan memuji Allah namun tidak seorangpun yang mendoakannya (dengan yarhamukallahu) dan ia mendengar bersinnya tersebut dari jauh maka disukai baginya untuk mendoakannya (dengan yarhamukallahu) tatkala ia mendengarnya memuji Allah. Ibnu Abdil Barr telah meriwayatkan dengan sanad yang baik dari Abu Dawud penulis Sunan Abi Dawud bahwasanya Abu Dawud sedang berada di sebuah kapal, lalu ia mendengar ada orang yang bersin di pinggir pantai dan memuji Allah. Maka Ibnu Mas’udpun menyewa perahu kecil dengan membayar satu dirham lalu ia pergi hingga mendatangi orang yang bersin tersebut lalu beliau mendoakan orang yang bersin tersebut dengan yarhamukallahu, setelah itu beliau kembali lagi ke kapal. Kemudian beliau ditanya tentang perbuatan beliau tersebut, maka beliau berkata, “Bisa jadi orang yang bersin tersebut termasuk orang yang dikabulkan doanya”. Tatkala orang-orang di atas kapal tidur mereka mendengar suara yang berkata, “Wahai penghuni kapal, sesungguhnya Abu Dawud telah membeli surga dari Allah dengan satu dirham” (Fathul Baari 10/610-611)

Yaitu Abu Dawud menjalankan sunnah Nabi mendoakan orang yang bersin tersebut, dan ia juga berharap didoakan oleh orang yang bersin terebut. Karena orang yang bersin tadi akan mendoakannya dengan “yahdikumullahu wa yushlihu balakum”.

Ketiga : Jika seseorang bersin dalam sholat maka disunnahkan baginya untuk tetap memuji Allah (mengucapkan alhamdulillah) akan tetapi dengan suara yang lirih. Dan bagi orang lain yang sedang sholat yang mendengarnya tidak boleh menjawab dengan yarhamukallahu sementara mereka sedang sholat. Karena dalam sholat dilarang berbicara dengan orang lain, dan dalam ucapan “yarhamukallahu” (semoga Allah merahmatimu) ada bentuk mengajak berbicara dengan orang lain. Berbeda dengan orang bersin yang mengucapkan “alhamdulillah’ karena sesungguhnya ia sedang memuji Allah dan tidak sedang berbicara dengan orang lain.

Dalam sebuah riwayat :

عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ، قَالَ: بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ، فَقُلْتُ: يَرْحَمُكَ اللهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ، فَقُلْتُ: وَاثُكْلَ أُمِّيَاهْ، مَا شَأْنُكُمْ؟ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ، فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ، فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ، فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي، مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ، فَوَاللهِ، مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي، قَالَ: «إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ، إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ»

dari Mu’aawiyah bin Al-Hakam As-Sulamiy, dia berkata, “Ketika aku sedang shalat bersama-sama Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba ada seorang laki-laki dari jamaah sholat yang bersin lalu aku mengucapkan, ‘Yarhamukallaah (semoga Allah memberimu rahmat)’. Maka seluruh jamaah mengarahkan pandangannya kepadaku.” Aku berkata, “Ibuku kehilangan anaknya ! Ada apa gerangan dengan kalian?, kenapa kalian melihat kepadaku?” Merekapun menepukkan tangan-tengan mereka pada paha mereka. Tatkala aku tahu mereka menginginkan aku diam  akupun diam. Tatkala Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam selesai shalat, maka sungguh -Ayah dan Ibuku sebagai tebusan untuk menebus Rasulullah-, aku belum pernah bertemu seorang pendidik sebelumnya maupun sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah! Beliau tidak menghardikku, tidak memukul dan tidak memakiku. Beliau bersabda, “Sesungguhnya shalat ini, tidak dibolehkan di dalamnya ada percakapan manusia, karena shalat itu hanyalah tasbih, takbir dan membaca al-Qur’an.” (HR Muslim No. 537)

Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi tidaklah menegur sahabat yang bersin dan memuji Allah dalam sholat, akan tetapi yang ditegur adalah sahabat Mu’awiyah bin Al-Hakam As-Sulami yang menjawab dengan mengucapkan “yarhamukallahu”.

Dalam hadits yang lain dari sahabat Rifa’ah bin Rofi’  :

صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَطَسْتُ، فَقُلْتُ: الحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، مُبَارَكًا عَلَيْهِ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْصَرَفَ، فَقَالَ: مَنِ الْمُتَكَلِّمُ فِي الصَّلاَةِ؟، فَلَمْ يَتَكَلَّمْ أَحَدٌ، ثُمَّ قَالَهَا الثَّانِيَةَ: مَنِ الْمُتَكَلِّمُ فِي الصَّلاَةِ؟، فَلَمْ يَتَكَلَّمْ أَحَدٌ، ثُمَّ قَالَهَا الثَّالِثَةَ: مَنِ الْمُتَكَلِّمُ فِي الصَّلاَةِ؟ فَقَالَ رِفَاعَةُ بْنُ رَافِعٍ ابْنُ عَفْرَاءَ: أَنَا يَا رَسُولَ اللهِ، قَالَ: كَيْفَ قُلْتَ؟، قَالَ: قُلْتُ: الحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ مُبَارَكًا عَلَيْهِ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَقَدْ ابْتَدَرَهَا بِضْعَةٌ وَثَلاَثُونَ مَلَكًا، أَيُّهُمْ يَصْعَدُ بِهَا

“Aku pernah shalat di belakang Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam lalu aku bersin dan mengucapkan, “Alhamdulillaahi hamdan katsiran thayyiban mubaarakan fiih, mubaarakan ‘alaih, kamaa yuhibbu rabbunaa wa yardha (Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik, diberkahi di dalamnya serta diberkahi di atasnya, sebagimana Rabb kami senang dan ridla).” Maka ketika Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam selesai shalat, beliau berpaling ke arah kami seraya bertanya, “Siapa yang berbicara waktu shalat?” Tidak ada seorang pun dari kami yang menjawab, beliau lalu bertanya lagi untuk yang kedua kalinya, “Siapa yang berbicara waktu shalat?” Tidak ada seorang pun dari kami yang menjawab, beliau lalu bertanya lagi untuk yang ketiga kalinya, “Siapa yang berbicara waktu shalat?” Maka aku menjawab, “Aku, wahai Rasulullah,” Beliau bertanya, “Apa yang engkau ucapkan tadi?” Aku menjawab, “Aku mengucapkan ‘Alhamdulillaahi hamdan katsiran thayyiban mubaarakan fiih, mubaarakan ‘alaih, kamaa yuhibbu rabbunaa wa yardha’.” Maka Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di TanganNya, sungguh ada tiga puluh lebih malaikat saling berebut untuk membawa naik kalimat tersebut.” (HR At-Tirmidzi No. 404 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Takhriij Al-Misykaah no. 951)


Artikel asli: https://firanda.com/3779-kitabul-jami-hadits-10-adab-adab-bersin.html